40 hari orang meninggal

Bila kita meneliti nash-nash syariat tentang dasar hukum untuk mengadakan berbagai ritual pasca kematian seseorang, entah itu tujuh hari, 40 hari, setahun dan tiap ualng tahun kematiannya(haul) atau 1000 hari, maka kita tidak akan mendapatkan dalil yang mendasarinya baik dalam nash Al-Quran Al-Kariem ataupun dalam Sunnah An-Nabawiyah.

Sesungguhnya kebiasaan itu tidak dikenal dalam syariat Islam dan juga dalam literatur fiqih manapun. Kalaupun dicari-cari, paling-paling dalil yang bersifat umum tentang mengirm pahala bacaan Al-Quran atau zikir dan doa tertentu kepada orang yang telah meninggal. Ini pun tidak semua sepakat untuk mengiayakannya. Sedangkan yang berkaitan dengan sedekah yang diberikan oleh keluarga mayit kepada para hadirin, memang berpahala karena termasuk menghormati tamu. Tapi bila dikaitkan dengan konteks orang yang sedang kesusahan dan kematian, banyak pendapat yang mengatakan bahwa itu termasuk bagian dari meratapi orang mati.

Sedangkan penjelasan berkaitan seremoni peringatan hari kematian seseorang tidak sebagai bentuk ibadah mahdhoh jelas tidak terdapat. Bahkan sebagian ulama menganggap bahwa perbuatan itu bisa menjurus kepada hal-hal yang tidak sesuai dengan sunnah Rasulullah SAW.

Karena itu selama masih mungkin untuk melakukan beragam ibadah yang jelas dasar sunnahnya, lebih utama dan afdhal untuk dikerjakan. Sedangkan yang tidak punya dasar atau dasarnya tidak terlalu kuat sebaiknya diletakkan pada bukan pada skala prioritas.

Mungin karena fenomena ini sudah seolah-olah berakar dan mendarah daging di tengah tubuh umat Islam, maka kita harus sedikit lebih bijaksana dalam menyampaikan hal-hal yang berkaitan dengan ini.

Tapi tugas untuk menjelaskan tidak bisa berhenti hanya karena takut orang akan marah karena apa yang kita utarakan tidak sesuai dengan selera mereka. Kita butuh sedikit lebih pandai dalam membaca kecendrungan dan situasi, agar tujuan utama bisa diraih tanpa harus meninggalkan resiko yang lebih merugikan.

No comments: